Author: toni
•20.31
Hari pertama di Malaka

Sejenak, pandangan teralihkan ke jendela pesawat. Hamparan pohon sawit sangat jelas terlihat dari udara. Itu artinya, sudah sangat dekat dengan bandara LCCT Kuala Lumpur tempat saya dan yang lain mendarat. Tak lama kemudian, pesawat pun landing dan kami bergegas untuk turun. Entah kenapa, salah satu rombongan kami yang orang pemerintahan, mengajak kami untuk foto bersama di samping pesawat Air Asia yang kami tumpangi. Baru sekali jepret, kami kena damprat petugas. Satu pelajaran yang bisa diambil, jangan udik-udik kalo lagi jalan-jalan.Hahahahahaha. 


          Setelah semua urusan imigrasi selesai, kami langsung menuju sebuah kedai kopi untuk bertemu kolega kami. Setelah itu, kami pun segera menuju ke KLIA untuk mengejar bus yang menuju Malaka. Tidak perlu bingung, karena ada banyak bus yang selalu ada untuk menghubungkan dua bandara ini. Ternyata, setelah sampai di KLIA, petugas yang ada di loket tiket bus mengatakan bahwa bus ke Malaka tidak berangkat dari KLIA, tetapi dari LCCT. Padahal, informasi yang kami dapat dari internet, mengatakan bahwa ada bus ke Malaka yang berangkat dari KLIA. Lagi-lagi dapat pelajaran. Jangan percaya 100 % dengan tulisan di internet. Akhirnya kami pun kembali lagi ke LCCT.

          Agar lebih terorganisir, kami pun membagi tugas. Sebagian mencari makan siang dan sebagian mencari tiket bus ke Malaka. Kebetulan saya mendapat tugas untuk mencari tiket bus. Ternyata benar, tiket untuk bus ke Malaka di jual di LCCT. Seingat saya, tempat penjualannya ada di area keberangkatan domestik (untuk lebih tepatnya, silakan tanya petugas bandara). Alhamdulillah, kami pun bisa mendapatkan tiket bus dengan jadwal keberangkatan terakhir (sekitar jam 3 sore waktu setempat). 

Bus seperti inilah yang kami tumpangi. Bagian depan kursi 2-2, bagian belakang1-1-1
 
          Setelah menyelesaikan makan siang, kami pun langsung menuju bus. Bus-bus antarkota di Malaysia umumnya bagus dan nyaman. Jadi jangan khawatir ketika kita memilih untuk melakukan perjalanan darat di sana. Tak lama kemudian, bus pun bergerak menuju Malaka. Sepanjang perjalanan, kami hanya disuguhi dengan rimbunnya pohon-pohon besar dan jajaran pohon kelapa sawit. Jarang sekali kami menemukan permukiman. Jalan antar kotanya pun sangat bagus. Sangat lebar dan halus, seperti jalan tol. Tiap beberapa puluh kilometer, ada restarea yang biasanya menyediakan toilet umum, musholla dan kios-kios makanan.

          Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Melaka Sentral, terminal utama di kota Malaka. Kami pun segera mencari taksi untuk menuju penginapan. Satu hal yang perlu dicatat, kita harus benar-benar menawar ketika kita akan menggunakan jasa taksi. Taksi di Melaka Sentral tidak menggunakan argo dan menawarkan harga yang tinggi. Bayangkan saja, biaya yang harus kami bayar untuk naik taksi hampir menyamai harga tiket bus yang kami tumpangi sebelumnya, padahal jarak dan kualitas kendaraannya sangat jauh berbeda. Karena hari sudah hampir gelap, kami pun akhirnya tetap naik taksi meski dengan hati kesal. Di tengah perjalanan pun kami semakin dibuat kesal karena cara mengemudinya yang ugal-ugalan.


          Di tulisan bagian pertama, saya menceritakan bahwa konsep jalan-jalan kami adalah jalan-jalan ala backpacker. Jadi untuk penginapan pun kami memilih Jalan-jalan Besi dan jalan-jalan emas hostel yang merupakan backpacker hostel. Kami mendapatkannya melalui hostelworld.com. Meski bagitu, saya bisa katakan bahwa tempat kami menginap sangat nyaman dan unik karena merupakan rumah dengan gaya arsitektur Cina. Pemilik sekaligus orang yang menjalankan operasionalnya pun sangat ramah.

Hostel yang kami inapi. Di bagian depannya ada Art Gallery

          Setelah mandi dan membereskan barang-barang, kami memutuskan untuk makan malam di luar sambil keliling melihat kota di malam hari. Pilihan kami pun jatuh ke restoran India. Baru pertama kalinya makan di restoran India, saya agak terkejut dengan menu dan pelayanannya. Porsinya banyak dan banyak pilihannya. Ketika saya sedang menghabiskan makanan saya, seorang pelayan yang melihat makanan saya mulai habis mencoba menawarkan untuk menambah porsi. Saya pun geleng-geleng kepala sebagai tanda menolak. Bukannya menjauh dari saya, pelayan itu malah menambah nasi dan sejenis sayur-sayuran. Gila, sudah kenyang masih saja ditambahi. Saya baru sadar setelah diberitahu bahwa geleng-geleng bagi orang India artinya setuju atau iya. Pengalaman dan pengetahuan baru bagi saya.

Seporsi nih, belum termasuk semangkuk besar kari dan tambahan lainnya

 Ayo, cepat habiskan ! Hahahaha

 Macem-macem isinya cuy !
 
          Setelah selesai makan, kami mencoba untuk sedikit berkeliling di sekitar sungai. Kami sangat takjub dengan kota ini karena begitu cantik dan terawat. Lampu warna warni banyak menghiasi bangunan kuno yang tersebar. Pedestrian way disediakan cukup lebar sehingga kita menjadi nyaman ketika berjalan kaki. Setelah merasa cukup, kami pun memutuskan untuk kembali ke hostel.
Banyaknya lampu yang menghiasi bangunan kuno menunjukkan totalitas dalam mempercantik kota

Pedestrian way di pinggir sungai
Church of St. Francis Xavier, gerejanya beneran miring lo

Selain Jumat, Sabtu & Minggu, malam hari di Malaka sangat sepi

Bersambung ke tulisan selanjutnya.... 
This entry was posted on 20.31 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: