Author: toni
•17.55

Kalo anak kecil umur tiga tahun, lagi lucu-lucunya. Lagi banyak-banyaknya pengen tahu. Suka heboh kesana kemari. Kita? Hahahahahaha. Ga jauh beda. Lagi semakin saling mengenal. Lagi heboh juga sama apa yang kita pengen capai, entah pribadi atau pencapaian bersama. Lucu? Mungkin. Hahahahaha.

Tiga tahun lalu cuma bisa bilang rasanya kok masih lama ya. Sekarang, ga kerasa ya. Hahahahaha. Sabar cuy!

Terima kasih sudah mau jadi partner saya.
Terima kasih sudah berbalas kentut dengan saya.
Terima kasih sudah mendukung dan menyemangati saya
Terima kasih sudah tahan bosan dengan saya

Terima Kasih
Semoga berlanjut selamanya
Amin ya Robbal Alamin
Author: toni
•05.21
Catatan hari kedua di Malaka
           
            Setelah berdiskusi sebentar di malam pertama kami di Malaka dan kemudian memutuskan tidur, saya dan teman-teman sekamar sepakat untuk menyiapkan alarmnya masing-masing agar kami semua bisa bangun lebih pagi. Waktu yang kami sepakati adalah saat jam sholat subuh. Saya lah orang pertama yang bangun pagi itu karena alarm saya yang paling keras. Tetapi lima teman saya yang lain, tak satu pun bangun. Saya pun kemudian membangunkan yang lain dan saya langsung menuju kamar mandi untuk mandi pagi dan mengambil air wudhu untuk persiapan sholat subuh. Kemudian saya pun siap untuk menunaikan sholat. Sajadah sudah digelar dan teman-teman lain bergantian mandi. Di rokaat kedua, alangkah kagetnya saya. Saya dan teman-teman lainnya mendengar suara azan subuh baru dikumandangkan. Sontak satu kamar menertawakan saya karena saya sholatnya kepagian. Hahahahahaha. Saya lupa kalau saya belum menyesuaikan jam sholat saya dengan waktu sholat setempat. Akhirnya saya dan seorang teman saya pun memutuskan untuk sholat di masjid dekat hostel kami sekalian mencatat jadwal sholat setempat selagi teman-teman yang lain bersiap diri.

 Masjid Kampung Kling

            Setelah sholat subuh, kami semua sudah siap untuk menikmati kota tua Malaka yang masih sangat sepi di pagi hari. Tapi, jalan-jalan pagi itu minus dosen kami, karena kami tidak enak mengganggu istirahat mereka. Tempat yang kami tuju adalah tempat duduk-duduk di pinggir sungai dekat jalan Laksamana (dekat Christ Church). Berjalan kaki sebentar dari hostel, kami pun akhirnya sampai. Kemudian kami memuaskan hasrat kami untuk berfoto ketika sunrise dan menikmati pinggiran sungai saat matahari mulai terbit. Melihat pantulan rumah-rumah Cina dari permukaan sungai yang tenang sambil mendengarkan kicauan burung yang jumlahnya sangat banyak. Burung-burung tersebut rupanya semalaman tinggal di pohon besar dekat Victoria fountain yang memang mungkin menjadi tempat tinggal mereka di malam hari. Setelah matahari sedikit terlihat lebih tinggi, mereka pun satu persatu terbang menuju ke arah yang berbeda-beda secara berkelompok. Luar biasa, sebuah pemandangan yang tidak pernah saya dapatkan di kota asal saya. Tidak rugi rasanya saya bangun kepagian. Hehehehehe.

 Kawasan sekitar sungai


 Panorama sekitar sungai

 Gerombolan burung keluar dari sarangsarangnya

            Setelah lama menikmati pagi, kami pun bertemu dengan anggota rombongan kami yang lain. Kami pun bergerak menuju sebuah kedai Cina untuk sarapan pagi. Pilihan menu pagi itu adalah mie. Baru kali ini saya makan di sebuah kedai Cina. Hahahahaha. Kelihatan udiknya. Selain cukup enak, harganya juga cukup murah. Masih termasuk harga standar makanan di Malaka. Setelah selesai, kami kemudian menuju sebuah area parkir umum mobil di pinggir sungai yang tersedia tempat untuk duduk-duduk. Di sana kami bertemu dengan rombongan kami yang lain (orang pemerintahan) yang seringkali tidak bergabung dengan kami karena keasikan belanja sendiri. Entah siapa yang memulai, tiba-tiba diskusi serius berlangsung. Cukup seru dengan dibumbui sanggahan-sanggahan. Tapi kemudian dirusak oleh sebuah usulan/ pendapat ga penting dari si tukang belanja. Kami yang muda-muda kemudian cuma bisa geleng-geleng heran, kok bisa jauh-jauh ke Malaka tetapi yang di dapat cuma begituan aja. Dangkal banget. Kebanyakan belanja sih, ga ikutan belajar sama kita-kita. Hahahahaha.

            Cukup lama kami berdiskusi, kemudian diskusi kami terhenti karena ada sms dari Madam Josephin Chua, seorang pemerhati cagar budaya setempat. Kami pun segera bergegas menuju Cheng Hoon Teng Temple karena sms itu ternyata ajakan untuk belajar lebih jauh tentang konservasi yang pernah dilakukan oleh klenteng tersebut. Dan lagi-lagi dua orang nunut tadi tidak ikut bergabung dengan alasan salah satu dari mereka sedang sakit, padahal sebenernya kita tahu mereka masih ngincer belanjaan yang belum kesampaian. Ya sudahlah, yang mau pinter lanjut dan yang mau ehem juga lanjut. Hahahahaha.

            Kami pun melanjutkan perjalanan kami dan setelah berjalan kaki cukup lama dan panas, akhirnya kami sampai. Masuk melewati pintu utama, kami kemudian disuguhkan dengan ukiran kayu yang luar bisa indah dan rumit. Kondisinya sangat terawat. Baru beberapa saat menikmati tampilannya, kami kemudian bertemu dengan Madam Jo. Beliau kemudian bercerita tentang upaya konservasi yang telah dilakukan sehingga klenteng tersebut mendapatkan penghargaan sebagai world heritage building dari unesco. Setelah panjang lebar bercerita di dalam klenteng, kami di ajak untuk menyaksikan video dokumentasi konservasi Cheng Hoon Teng Temple. Luar biasa memang apa yang sudang dilakukan oleh mereka. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari mereka. Pertama, upaya konservasi tidak bisa dilakukan secara instan dan terburu-buru. Semua ada tahapannya dan kesabaran dalam menjalaninya. Kedua, adanya keseriusan dari stakeholder dalam hal ini adalah dewan kehormatan klenteng bersama dengan masyarakat sekitar. Mereka begitu serius dalam mengkonservasi aset mereka. Tukang kayu dari Cina langsung mereka datangkan untuk membantu upaya konservasi tersebut. Ketiga, komitmen yang tinggi dan jujur. Seperti yang saya katakan sebelumnya, konservasi membutuhkan waktu yang lama. Perlu komitmen yang tinggi untuk menjalaninya dan perlu juga kejujuran dalam pelaksanaannya. Dengan begitu, proyek konservasi dapat sukses dijalankan.

Pintu Gerbang Cheng Hoon Teng Temple


  Bagian depan Cheng Hoon Teng Temple
Detail hiasan

            Setelah selesai belajar dari Madam Jo dan Cheng Hoon Teng Temple, kami kemudian menuju Masjid Kampung Kling untuk sholat Jumat. Masjid ini juga termasuk bangunan kuno yang ada di Malaka. Kondisinya masih baik dan tidak banyak perubahan atau dapat dikatakan masih cukup asli. Salah satu keunikan masjid ini adalah, ketika sholat Jumat, khotib bergantian sesuai jadwal memberikan khutbah dalam tiga bahasa yaitu bahasa melayu, tamil, dan inggris. Kebetulan, ketika kami di sana, khotib berkhutbah dengan bahasa melayu.

            Selepas sholat Jumat, kami kemudian menuju ke kantor Badan Permuziuman Malaka. Di sana kami sudah membuat janji dengan mereka untuk mendapatkan penjelasan mengenai proses Kota Malaka menuju world heritage city. Mulai dari persiapan, strategi mereka agar mendapatkan pengakuan sampai strategi pengelolaannya. Sangat menarik apa yang kami lakukan, karena bagi kami pertemuan tersebut dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman baru yang bisa kami bawa pulang ke Indonesia. 

            Selepas pertemuan tersebut, kami kemudian melanjutkan kegiatan kami dengan berkunjung ke museum perkembangan arsitektur di Malaysia. Kami cukup beruntung karena sebenarnya museum tersebut sudah tutup, tetapi karena Madam Jo, akhirnya kami pun bisa masuk dan menikmati koleksi yang ada. Museum ini cukup menarik karena menampilkan perkembangan arsitektur di Malaysia melalui maket yang berukuran cukup besar. Ada cukup banyak maket yang tersebar di beberapa lantai, tetapi yang membuat saya takjub adalah maket dari stasiu KA di Kuala Lumpur. Detailnya sangat rapi dan ukurannya yang besar membantu saya memahami seperti apa bangunan aslinya. Saya tambah senang karena tugas akhir saya yang saat itu sedang saya susun adalah stasiun KA juga. Jadi, saya dapat tambahan referensi baru. Hehehehe. 

 Maket stasiun Kuala Lumpur
            Dari museum tersebut kami kemudian melanjutkan perjalanan ke puncak bukit yang berada di dalam kawasan benteng. dari puncak bukit, kami bisa melihat kota dalam jarak pandang yang cukup jauh. Cukup menarik, tetapi kami tidak berlama-lama di sana karena kami kemudian menuju salah satu mall terdekat untuk mencari sesuatu di sana. Tak butuh waktu lama karena kami sudah berencana balik ke hostel untuk mandi dan siap-siap mengunjungi pasar malam di Jonker street.
Pasar malem di Jonker street

 Makan malem di Jonker street sama si Buba


Pasukan kancil

              Malamnya, kami ternyata berpencar. Anak-anak muda jalan berkelompok mencari makan dan melihat-lihat barang-barang yang dijajakan di Jonker street, sedangkan dosen dan orang yang dituakan lainnya juga melakukan hal yang sama. Tapi kemudian kita bertemu dan kemudian melanjutkan penelusuran untuk menikmati kota Malaka di malam hari. Kami kemudian berjalan menyusuri sungai. Banyak hal menarik yang kami temui. Supaya lebih enak dalam menjelaskannya, silakan menikmati video berikut.
Kampung Jawa



            Badan rasanya sudah tidak kuat lagi, karena seharian penuh kita beraktivitas dan berjalan kaki. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang dan istirahat.
Author: toni
•20.31
Hari pertama di Malaka

Sejenak, pandangan teralihkan ke jendela pesawat. Hamparan pohon sawit sangat jelas terlihat dari udara. Itu artinya, sudah sangat dekat dengan bandara LCCT Kuala Lumpur tempat saya dan yang lain mendarat. Tak lama kemudian, pesawat pun landing dan kami bergegas untuk turun. Entah kenapa, salah satu rombongan kami yang orang pemerintahan, mengajak kami untuk foto bersama di samping pesawat Air Asia yang kami tumpangi. Baru sekali jepret, kami kena damprat petugas. Satu pelajaran yang bisa diambil, jangan udik-udik kalo lagi jalan-jalan.Hahahahahaha. 


          Setelah semua urusan imigrasi selesai, kami langsung menuju sebuah kedai kopi untuk bertemu kolega kami. Setelah itu, kami pun segera menuju ke KLIA untuk mengejar bus yang menuju Malaka. Tidak perlu bingung, karena ada banyak bus yang selalu ada untuk menghubungkan dua bandara ini. Ternyata, setelah sampai di KLIA, petugas yang ada di loket tiket bus mengatakan bahwa bus ke Malaka tidak berangkat dari KLIA, tetapi dari LCCT. Padahal, informasi yang kami dapat dari internet, mengatakan bahwa ada bus ke Malaka yang berangkat dari KLIA. Lagi-lagi dapat pelajaran. Jangan percaya 100 % dengan tulisan di internet. Akhirnya kami pun kembali lagi ke LCCT.

          Agar lebih terorganisir, kami pun membagi tugas. Sebagian mencari makan siang dan sebagian mencari tiket bus ke Malaka. Kebetulan saya mendapat tugas untuk mencari tiket bus. Ternyata benar, tiket untuk bus ke Malaka di jual di LCCT. Seingat saya, tempat penjualannya ada di area keberangkatan domestik (untuk lebih tepatnya, silakan tanya petugas bandara). Alhamdulillah, kami pun bisa mendapatkan tiket bus dengan jadwal keberangkatan terakhir (sekitar jam 3 sore waktu setempat). 

Bus seperti inilah yang kami tumpangi. Bagian depan kursi 2-2, bagian belakang1-1-1
 
          Setelah menyelesaikan makan siang, kami pun langsung menuju bus. Bus-bus antarkota di Malaysia umumnya bagus dan nyaman. Jadi jangan khawatir ketika kita memilih untuk melakukan perjalanan darat di sana. Tak lama kemudian, bus pun bergerak menuju Malaka. Sepanjang perjalanan, kami hanya disuguhi dengan rimbunnya pohon-pohon besar dan jajaran pohon kelapa sawit. Jarang sekali kami menemukan permukiman. Jalan antar kotanya pun sangat bagus. Sangat lebar dan halus, seperti jalan tol. Tiap beberapa puluh kilometer, ada restarea yang biasanya menyediakan toilet umum, musholla dan kios-kios makanan.

          Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Melaka Sentral, terminal utama di kota Malaka. Kami pun segera mencari taksi untuk menuju penginapan. Satu hal yang perlu dicatat, kita harus benar-benar menawar ketika kita akan menggunakan jasa taksi. Taksi di Melaka Sentral tidak menggunakan argo dan menawarkan harga yang tinggi. Bayangkan saja, biaya yang harus kami bayar untuk naik taksi hampir menyamai harga tiket bus yang kami tumpangi sebelumnya, padahal jarak dan kualitas kendaraannya sangat jauh berbeda. Karena hari sudah hampir gelap, kami pun akhirnya tetap naik taksi meski dengan hati kesal. Di tengah perjalanan pun kami semakin dibuat kesal karena cara mengemudinya yang ugal-ugalan.


          Di tulisan bagian pertama, saya menceritakan bahwa konsep jalan-jalan kami adalah jalan-jalan ala backpacker. Jadi untuk penginapan pun kami memilih Jalan-jalan Besi dan jalan-jalan emas hostel yang merupakan backpacker hostel. Kami mendapatkannya melalui hostelworld.com. Meski bagitu, saya bisa katakan bahwa tempat kami menginap sangat nyaman dan unik karena merupakan rumah dengan gaya arsitektur Cina. Pemilik sekaligus orang yang menjalankan operasionalnya pun sangat ramah.

Hostel yang kami inapi. Di bagian depannya ada Art Gallery

          Setelah mandi dan membereskan barang-barang, kami memutuskan untuk makan malam di luar sambil keliling melihat kota di malam hari. Pilihan kami pun jatuh ke restoran India. Baru pertama kalinya makan di restoran India, saya agak terkejut dengan menu dan pelayanannya. Porsinya banyak dan banyak pilihannya. Ketika saya sedang menghabiskan makanan saya, seorang pelayan yang melihat makanan saya mulai habis mencoba menawarkan untuk menambah porsi. Saya pun geleng-geleng kepala sebagai tanda menolak. Bukannya menjauh dari saya, pelayan itu malah menambah nasi dan sejenis sayur-sayuran. Gila, sudah kenyang masih saja ditambahi. Saya baru sadar setelah diberitahu bahwa geleng-geleng bagi orang India artinya setuju atau iya. Pengalaman dan pengetahuan baru bagi saya.

Seporsi nih, belum termasuk semangkuk besar kari dan tambahan lainnya

 Ayo, cepat habiskan ! Hahahaha

 Macem-macem isinya cuy !
 
          Setelah selesai makan, kami mencoba untuk sedikit berkeliling di sekitar sungai. Kami sangat takjub dengan kota ini karena begitu cantik dan terawat. Lampu warna warni banyak menghiasi bangunan kuno yang tersebar. Pedestrian way disediakan cukup lebar sehingga kita menjadi nyaman ketika berjalan kaki. Setelah merasa cukup, kami pun memutuskan untuk kembali ke hostel.
Banyaknya lampu yang menghiasi bangunan kuno menunjukkan totalitas dalam mempercantik kota

Pedestrian way di pinggir sungai
Church of St. Francis Xavier, gerejanya beneran miring lo

Selain Jumat, Sabtu & Minggu, malam hari di Malaka sangat sepi

Bersambung ke tulisan selanjutnya....