Author: toni
•06.51
Dosen saya, Profesor Johan Silas, sering sekali bercerita tentang pengalamannya. Sering sekali beliau mengatakan; waktu saya tinggal di Paris, waktu saya tinggal di Kyoto, waktu saya berkunjung ke Salvadore da Bahia dan masih banyak lainnya. Wajahnya selalu sumringah ketika bercerita. Seperti sambil mengenang momen-momen yang berkesan.

Hehehehe. Saya juga tidak mau kalah. Meski tak sesering kunjungan beliau ke luar negeri dan tak sebanyak kunjungan beliau ke banyak kota di Indonesia, setidaknya saya pernah mengunjungi beberapa kota dan merasakan pengalaman yang berkesan.

Pengalaman yang saya rasakan, saya dapatkan ketika saya tinggal selama 2 bulan di Yogyakarta saat bekerja praktek. Selain itu, pengalaman tersebut saya dapatkan ketika saya sedang berlibur. Berikut adalah beberapa kota yang pernah saya kunjungi serta hal-hal yang saya tangkap tentang kota-kota tersebut:

1. Gresik
Banyak orang dari luar Jawa Timur yang tidak tahu tentang Gresik. Mereka lebih tahu Semen Gresik daripada Kabupaten Gresik. Memang, Gresik dikenal karena perusahaan semen tersebut dan kawasan industrinya. Namun, sebenarnya, Gresik punya sesuatu yang asik untuk ditelisik.

Saya mulai intens mengenal Gresik ketika saya terlibat dalam pendataan aset bangunan kuno di Gresik. Ada satu hal yang sangat menarik perhatian saya. Sebuah perkampungan lama yang bernama Kampung Kemasan. Kampung ini menarik karena selain berisi bangunan lama dengan style arsitektur peranakan (campuran kolonial, cina dan jawa), juga sejarahnya. Kampung ini pernah dihuni oleh sebuah keluarga pengusaha penyamak kulit. Pemilik usaha tersebut, membeli beberapa rumah dalam satu gang untuk dibagikan ke anak-anaknya. Jadilah gang tersebut seperti halaman pribadi mereka. 

Kini, banyak rumah lama yang kosong dan tidak terawat. Meski begitu, kampung ini masih tidak kehilangan daya tarik. Setiap orang yang baru pertama kali kesana, biasanya heran, kagum, atau mungkin heboh. Hahahahaha.

Satu hal yang menurut saya luar bisa. Ada seorang keturunan keluarga pengusaha penyamakan kulit yang bernama Pak De Noot. Hingga kini beliau masih menghuni salah satu rumah di kampung kemasan. Beliau, menurut saya, adalah salah satu daya tarik kampung ini. Mengapa? Dedikasinya luar bisaa terhadap pelestarian sejarah. Beliau sangat senang bila ada orang yang berkunjung dan bertanya pada beliau tentang kampung Kemasan. Tidak bisa saya pungkiri, selama berkutat dengan Gresik, belaiulah yang selalu membuat saya dan teman-teman saya kembali ke Gresik. Semakin lama mengenalnya, semakin banyak yang bisa didapat dan dipelajari.

Lalu bagaimana dengan kotanya? Tidak banyak yang saya dapatkan. Hehehehehehe

2. Yogyakarta
Dua bulan saya hidup sebagi perantau disana. Minggu pertama, saya bermasalah dengan air sumur yang membuat gatal kulit saya. Namun, setelah itu saya mulai menikmati Yogyakarta. Terus dan terus. Nyaman, murah, ramah bisa saya dapatkan setiap hari.

Ada satu hal yang saya sangat sukai dari kota ini. Transportasi publiknya. Saya benar-benar bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap motor. Meski hanya dengan bus kecil, saya bisa pergi kemanapun yang saya mau. Saya bisa benar-benar merasa tidak butuh kendaraan pribadi.

Masyarakatnya juga asik dan ramah. Setelah sekian lama saya tidak merasakan sebuah keguyuban, tiba-tiba saya berada di sebuah daerah di Gunung Kidul dan dihadapkan pada sebuah suasana dimana lelaki tua dan dewasa bekerja sama membangun jalan desa. Wanita dan anak-anak tidak terlihat hanya sekedar menyiapkan masakan. Mereka juga ikut membantu dengan membawa ember-ember kosong untuk diisi kembali serta membawa yang sudah terisi ke gerombolan laki-laki yang sedang bekerja. Benar-benar membuat saya merinding. Di tengah kondisi mereka yang kurang (miskin), mereka masih mau berbagi dan saling membantu.

Dan yang terakhir, saya benar-benar merasakan atmosfer seni di kota ini. Hal yang sering dilupakan pun, tak luput dari sentuhan seni. Tengok saja sebuah kotak pos yang tersebar di beberapa tempat.

3. Bandung
Gila. Kota ini seru karena masyarakatnya kreatif. Ketika saya berada di Bandung, saya sedang mengikuti pertemuan nasional Green Map. Hari Minggu pagi, kami semua yang berasal dari beberapa kota di Indonesia diajak untuk merasakan Car Free Day di daerah Dago. Saya tersenyum ketika melihat cara teman-teman Green Map Bandung menyosialisasikan project mereka. Sebuah banner besar (peta Bandung) mereka gelar di pinggir jalan. Setiap orang yang lewat, diajak untuk mampir melihat banner tersebut. Mereka semua diajak untuk memberikan masukan informasi tentang permasalahan sampah di lingkungan mereka. Setiap orang akan menempelkan sebuah stiker untuk menandai lokasi dimana sampah menjadi masalah. Cara ini sangat kreatif karena mengajak masyarakat untuk berpartisipasi serta membuat masyarakat sadar akan kondisi lingkungan mereka tanpa harus mengeluarkan banyak uang, menghabiskan banyak waktu, dan tenaga. 

bersambung ke tulisan berikutnya.....
This entry was posted on 06.51 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

2 komentar:

On 18 Desember 2011 pukul 19.17 , Ayos Purwoaji mengatakan...

Toni, maukah kau mengajak Mbak Ajeng dari Program Traveler In Residence untuk jalan-jalan keliling Kampung Surabaya? Please contact me at ayospe2gmail.com :)

 
On 18 Desember 2011 pukul 19.18 , Ayos Purwoaji mengatakan...

Maaf maksudnya ayospe@gmail.com